TOP NEWS

Tolong Tinggalkan Komentar yang Baik Sebagai Jejak Kedatangan Anda.

Friday, 27 September 2013

Eremophobia, Isolophobia, Monophobia


Cerita ini selalu diceritakan kembali dari mulut ke mulut. Tak ada yang tahu kepastiannya namun benar-benar terjadi.

Pernahkah kau membayangkan..

Suatu pagi ketika kau terbangun dari mimpi burukmu tentang hasil pertandingan baseball tim favoritmu yang berakhir menyedihkan.

Kau menyadari bahwa kau adalah manusia terakhir didunia ini?

Itu terjadi padaku.

Aku tidak berbohong, apalagi melebih-lebihkan. Aku benar-benar sendirian.

Sendirian bukan karena aku dikucilkan di sekolah, lebih konyol lagi bila kubilang aku sendirian karena orangtuaku jarang pulang kerumah.

Aku sendirian karena aku adalah manusia terakhir di bumi.

Kupikir hari itu adalah Selasa yang panjang, ketika aku terbangun sambil melompat dari ranjang, yang tanganku tuju pertama kali adalah kacamata. Aku termenung, melihat jam weker yang biasa membangunkanku pukul 06.30 tidak berdering karena sudah hancur berantakan dibawah meja.

Lebih termenung lagi ketika aku menghirup udara pagi yang sejuk, namun tak tercium sedikitpun bau masakan ibu yang biasanya menyerbak hingga aku dapat mengenakan seragamku sambil terburu-buru kelaparan.

Melesat melalui lorong dimana jam dinding berada, aku mendapati benda itu tak bergerak.

Aku mengetuk kamar adik perempuanku yang tertutup, karena tak ada jawaban aku hanya berteriak bahwa kita akan terlambat bila tak buru-buru.

Hingga ketika aku menuruni tangga, aku mendapati meja makan bersih tanpa apapun berada diatasnya. Disini jantungku tiba-tiba berdenyut keras hingga dapat kurasakan. Entah mengapa, sebuah asumsi mengerikan baru saja melintasi pikiranku.

Apa mereka semua sudah berangkat? Bila benar begitu, ini artinya akulah yang luar biasa telat bangun.
Ibu mungkin pergi ke supermarket, yeah, disaat itu aku berpikir sehat, tanpa sedikitpun mencampurnya dengan non-realitas dari film-film dan Manga.

Aku mencoba cek jam pada ponsel sebagai pilihan terakhir karena entah mengapa jam diseluruh rumahku hancur berantakan. Namun jantungku lagi-lagi berdenyut keras, dan khayalan mengerikan lagi-lagi melintas. Seakan tak pernah ada disana, seakan tak pernah ada data yang menyusun wujud dan imej angka dua digit, titik dua, angka dua digit, seakan aku telah meng-unninstalaplikasi penunjuk waktu. Aku membisikan kata pada diriku sendiri. ‘Hey nak, kau tidak akan pernah bisa melihat waktu lagi’.

Merinding, aku memutuskan untuk bergegas keluar rumah. Dari sinilah aku benar-benar yakin ada yang tidak beres terjadi. Ketika itu aku melihat sepatu kerja ayahku, sepatu sekolah adikku, bahkan sendal rumah ibuku masih berjejer rapih didalam rak, aku kebingungan sambil menggaruk belakang kepala dengan putus asa. Aku berbalik, barangkali aku salah, itu optimisme yang paling tidak bisa kupertahankan. Aku membuka kamar orangtuaku, dan benar-benar tak ada siapapun disana.

Jam dinding kamar mereka juga hancur.

Bulu kudukku berdiri, kubuka jendela kamar itu dengan tanganku yang bergetar tidak wajar.

Ketika itu bumi benar-benar sunyi.

Kemanapun aku memandang, tak ada satupun orang diluar sana. Masih tak percaya dengan fakta, aku berlari sekencang mungkin kearah televisi. Ia mampu menyala dengan baik tanpa rusak sedikitpun, lagipula ini TV bersatelit, tak mungkin sinyalnya terganggu. Namun ada satu masalah.

Di hari dimana kupikir aku adalah manusia terakhir didunia ini, kebetulan tak ada satupun stasiun televisi yang tayang. Diseluruh dunia? Ya, diseluruh dunia. Bukankah timingnya terlalu tepat? Tanyaku pada diri sendiri.
Aku menemukan sebuah channel yang mengudara, aku mencoba rileks sedikit untuk pertama kalinya dalam hari ini. Namun aku salah, ada sebuah konter dapur milik sebuah acara tertentu yang nampaknya sedang mencoba menjelaskan cara membuat Ramen manis, seperti merek sponsor acara itu. Masalah lainnya, kebetulan juga didalam acara tersebut tak ada satupun orang yang berdiri di konter untuk melakukan demonstrasi pembuatan makanan tersebut. Mengisyaratkan bahwa pada saat acara ini tayang, sebuah kejadian terjadi. Kejadian yang membuat seluruh manusia di bumi ini lenyap.

Kecuali aku.

Dengan masih mengenakan seragam, aku berjalan masuk kedalam kota. Berharap menemukan petunjuk dari fenomena mengerikan ini. Mobil-mobil berserakan ditinggal pemiliknya, banyak dari mereka yang mesinnya masih menyala, toko-toko kosong dengan pintu yang terbuka. Aku menatap kedalam sebuah supermarket, tanpa kasir ataupun penjaga dengan berton-ton makanan tersimpan disana. Tak lama kemudian aku melewati toko alat elektronik, tanpa penjualnya, tanpa penjaga juga.

Kujumpai sebuah gedung pencakar langit yang biasanya adalah sebuah kantor perusahaan bahan bakar, entah apa yang kupikirkan namun kukira dari atas sana akan kutemukan apa yang kucari.

Aku benar-benar menemukannya.

Aku tidak menemukan pentunjuk apapun, namun sekarang aku tahu aku benar-benar sendiri.

Dengan menggunakan lift, gedung setinggi 25 lantai mudah saja kau tempuh dalam waktu tak lebih dari 3 menit. Tapi yang jadi masalah adalah, ketika berada disana, akhirnya aku mengerti apa yang sedang kuhadapi.

Dari sini aku dapat memandang kota secara penuh, tanpa adanya satupun tanda-tanda kehidupan dari sebuah ras yang menguasai bumi beserta isinya. Aku mencoba santai, mencoba tak memikirkan apapun yang berhubungan dengan kejadian ini. Aku mencoba menganalisa kejadian ini, mencoba membayangkan apa yang mungkin terjadi dan apa yang sedang kuhadapi.

Bila barangkali diluar sana kutemukan satu orang saja, aku akan sangat bahagia. Barangkali bila ia perempuan ras kami akan terselamatkan, toh itu menjadi kewajiban. Dengan kotor kubayangkan apabila ternyata seorang gadis cantiklah perempuan terakhir di dunia.

Lalu kusisihkan pikiran tersebut, ketika mengingat kembali tentang bagaimana aku berada disini.

Aku tak melakukan apapun secara spesifik, aku hanya tidur, tidur tanpa mimpi setelah malam pendek dimana aku mengantuk secara tak wajar pada pukul 8 malam. Apa mungkin hal tersebutlah yang menyebabkan aku masih berada disini? Itu terlalu sepele bila kupikirkan dan kuasumsikan bahwa aku masih berada disini bukan karena aku beruntung.

Aku masih berada disini karena aku sial, mungkin pada pukul setengah 9 malam tadi, ada sebuah berita yang mengabarkan dunia akan kiamat, atau dunia akan segera hancur karena kejadian tertentu. Jadi manusia harus mengevakuasikan dirinya ketempat lain selain bumi. Lalu dimanakah tempat lain tersebut? Luar angkasa kah? Dimensi lain kah?

Atau terjadi epidemi luar biasa dimana manusia terjangkit virus mematikan yang membuat mereka mati-lenyap menjadi embun?

Atau alien menginvasi bumi di malam ketika aku tidur dan tentunya tanpa sepengetahuanku, lalu ketika dataku di proses, mereka membacaku sebagai seekor sapi dan bukan manusia sehingga aku tak dibawa pergi?

Tidak, itu terlalu fiktif, bahkan terlalu bodoh.

Well, bila aku satu-satunya manusia di bumi, itu juga berarti akulah satu-satunya orang yang menguasai bumi.
Itu hal positif yang pertama kali kukatakan.

Dan itu juga berarti satu hal yang pasti.

Aku bebas.

Suara kaca pecah mengiringi pendobrakanku yang sukses kedalam supermarket, aku mencoba bahagia, seperti seorang anak kecil yang kedapatan satu truk permen, kuangkat tanganku beserta kampak darurat yang kudapatkan didekat alarm kebakaran, akan jadi senjata yang ampuh bila kutemukan alien sungguhan atau barangkali makhluk dimensi lain.Ketika berada didalam supermarket dan menyadari semua yang berada disini adalah milikku. Aku luar biasa kegirangan.

Dengan gesit kuambil tiga troli dari tempat parkirnya, dan kuseret kemana-mana satu demi satu hingga mereka dipenuhi makanan. Sebuah produk rata-rata memiliki batas kadarluarsa beberapa bulan kedepan, namun banyak lainnya yang punya waktu yang sangat lama. Tapi aku tak pilih-pilih, kuambil yang sekiranya mencolok dan enak, mulai dari Ham mentah hingga keripik kentang yang menguarkan wangi surga daging ketika bungkusnya dibuka.

Berlaku juga untuk berkaleng-kaleng minuman. Dan ini adalah satu dari belasan supermarket di Distrik pembelanjaan.

Kuhampiri kembali toko elektronik yang pagi tadi kulewati, kurenggut semuanya, entah itu *SP, P*3, XBO*, *II, sesuatu yang diakhiri Vita, semuanya, segalanya! Dan semua kaset yang ada disana, aku tak peduli apa genrenya, semuanya kumasukan kesalah satu troli bersama alat elektronik lain.

Televisi hanya akan membuatku kehabisan tempat dalam troli, lagipula TV layar datar dirumah sudah menjanjikan, ketika itu kujumpai seperangkat komputer disebuah toko elektronik yang lebih besar dari yang kumasuki sebelumnya, mereka punya lambang semacam alien. Menarik, besok siang aku akan kembali disini, jadi jangan pergi kemana-mana dulu.

Ucapku, pada seperangkat komputer.

Aku mendorong tiga troli dengan membuatnya berbaris, butuh tenaga ekstra, namun bila tak dipikirkan takkan terasa lelahnya.

Sejam yang lalu ketika aku mulai menjarah, aku mencoba melupakan bahwa aku sendiri. Aku mencoba berpikir positif, aku mencoba mengatasinya. Namun fakta takkan pernah berubah, selamanya aku akan berada disini sendirian, diatas bumi yang ditinggalkan. Lalu mati suatu hari nanti.

Beberapa hari berlalu begitu saja.

Aku membuatnya dari papan-papan besar yang mampu kutemukan, lalu memakunya disana bersama dengan papan lain, dengan cat kutuliskan “Aku ada disini”.

Aku juga sudah mengecet ulang semua papan reklame besar didalam kota, menunjukan arah kerumahku, hingga suatu hari nanti ‘barangkali’ seseorang melewatinya.

Setiap hari ke supermarket yang berbeda, kukendarai sepeda motor apabila aku perlu pergi ketempat yang lebih jauh, kucoba belajar menyetir mobil dengan menghancurkan beberapa mobil kosong disana yang tidak kehabisan bensin. Aku idiot ketika belum menyadarinya, karena mobil-mobil tersebut ditinggalkan dalam keadaan menyala, banyak dari mereka yang kehabisan bensin hingga 3 hari pertama.

Aku mungkin bisa saja hidup beberapa bulan kedepan, hingga seseorang menemukanku.

Satu tahun berlalu.

Sering sekali kujumpai beberapa produk makanan yang sudah basi, bila barangkali tak berubah bentuk atau warna, aku tak keberatan memakannya dengan bayaran sedikit sakit perut. Mau bagaimana lagi? Aku sudah tidak makan dua hari ini.

Aku sudah menjelajahi beberapa kota terdekat, menjarah apapun yang masih ada, namun rasanya percuma.
Kuharap waktu tak berjalan sebagaimana seluruh jam didunia yang tak pernah berdetik lagi, namun harapan itu kupastikan kosong. Aku masih belum tahu mengapa jam-jam itu berhenti, bukan hanya di rumahku atau di kotaku, semua jam berhenti didunia tanpa terkecuali.

Setengah bulan berikutnya.

Selamat tinggal dunia. Ucapku pada diri sendiri.

Aku meringkuk kedinginan dipojok rumah, biasanya bila tidak sedang mencari makan aku menghabiskan waktu untuk bermain game, toh ada belasan konsol berbeda disini. Namun sekarang sudah berakhir, bahkan bola lampu takkan menyala lagi, listrik sudah tidak mengalir di bumi. Begitu juga semangatku untuk hidup sekitar 3 hari yang lalu. Yang bisa kulakukan hanyalah duduk dipojokan, membiarkan rasa lapar dan haus membunuhku.

Aku sudah tidak menemukan makanan yang bisa kumakan di supermarket. Berburu hewan beberapa kali kulakukan dalam beberapa minggu, entah itu anjing kelaparan atau tikus kurus, semua yang kutemukan akan kulahap, hingga sudah tak kutemukan mereka lagi dalam beberapa minggu terakhir. Aku tak bisa mengingat berapa hari aku tak makan apapun. Dan juga kuharap aku mati satu jam kedepan.

Mati, aku ingin mati.

DOK DOK DOK

Mataku terarah menuju pintu ketika suara itu terdengar, seorang manusia terakhir diatas bumi baru saja mendengar sebuah ketukan keras pada pintu rumahnya. Tapi itu tidak mungkin, pernah kuhadapi hal-hal semacam ini, seperti waktu kukira seseorang mengetuk jendelaku padahal ranting pohon, atau air yang menetes pada sebilah kayu ditambah sebuah gaung dan menjadi suara ketuk yang sempurna.

DOK DOK DOK

Suara ketukan ini lebih keras, tidak berirama seakan sebuah tangan dengan terburu-buru yang melakukannya. Aku tak pernah tahu lebih pasti bila tak mengeceknya. Ya, aku takkan pernah tahu. Lalu ketika aku berada disana, aku akan dikejutkan oleh sebuah tipuan alam lainnya yang terdengar seperti ketukan pintu.

DOK DOK DOK

Itu bukan manusia, aku ini manusia terakhir yang hidup di bumi. Sudah kubuktikan dengan berkeliling negeri ini ketika setengah tahun sendirian. Jujur saja aku tak pernah tahan keadaan itu namun aku tak bisa melakukan apapun lagi, aku sudah berusaha sekuat yang kubisa untuk tetap—

DOK DOK DOK

Itu manusia! Itu manusia yang juga hidup selama satu tahun ini, aku akan menghampirinya, akan kubuka pintu itu lalu terjun kearahnya, aku akan menciuminya, memeluknya, apapun untuknya walaupun dia bukan perempuan sekalipun. 

Aku tak mau sendirian. Aku tak mau sendirian lagi.

Aku ingin hidup.

Dengan sekuat tenaga aku mencoba berdiri, membawa kampakku yang tak pernah memercikan darah selain darah hewan, aku mungkin tak yakin dia manusia sekarang, semua sudah kupikirkan kembali, aku tak pernah melihat manusia sekelebatpun atau menyadari tanda-tanda kehidupan selama tinggal disini. Bisa saja dialah alien yang menginvasi bumi, atau makhluk dimensi lain yang mencoba menjarah dimensi ini.

Aku akan membunuhnya.

Tapi aku tak pernah sampai, kurasakan cahaya semakin dekat, dari atas langit, dari bawah tanah, cahaya bermunculan. Kematianpun mendekat.

Aku akan mati, kematian akan menjemputku.

Aku harus melihatnya, agar membuktikan aku ini bukan manusia terakhir.

Tapi dia bisa saja bukan manusia.

Lalu bagaimana bila bukan? Ayunkan kampak?

Kurasa cukup simple juga.

DOK DOK DOK

Langkah demi langkah kuambil, aku sudah tak kuat berjalan bila tak ada gedoran pintu itu.

Kau ingin hidup. Kau tak mau menyerah begitu saja.

Ayunkan kampak! Dia bukan manusia.

Dia manusia, aku bisa yakin itu.

Percuma saja, kau takkan pernah sampai pintu itu, kematian berbisik.

Aku akan menjemputmu disini.

Sudah kubilang dia bukan manusia! Buka pintunya, bunuh dia.

Kalian akan hidup bahagia selamanya, lalu mencari manusia yang selamat lainnya atau menyelamatkan ras dari kepunahan bila dia perempuan.

DOK DOK DOK

Dia alien! Dia monster dimensi 12! Kampakmu mematikan! Bunuh!


Aku tak bisa membiarkanmu lebih dari ini. Kau akan pergi sekarang.

Kumohon kematian, bersabarlah, aku hanya butuh tiga langkah lagi.

Manusia mampu bertahan hidup, ingatlah harapanmu soal masa depan kemanusiaan!

BUNUH! BUNUH! BUNUH!

Ketika aku berhasil menyentuh gagang pintu. Aku tak merasakan apapun kecuali rasa lega.

Rasanya cahaya telah bersatu, menutupi segala pandanganku. Lalu digantikan kegelapan.

Dengan suara seperti seikat ranting terjatuh, manusia terakhir di bumi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.


4 comments:

  1. Panjang bener tulisannya bro, ngos2an baca dari atas sampe bawah, keep writing, salam :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hhaha namanya cerita pendek bro~
      kalo yang suka baca ceritanya gak kerasa kok bro~

      okey thanks dah mampir~

      Delete
  2. Whoaaaa... Keren nih OwO
    Sugee!~

    ReplyDelete