Ursanodum
Cerita
ini terjadi, benar-benar terjadi. Namun tak ada seorangpun yang tahu dimana,
siapakah mereka, atau apakah yang terjadi setelahnya.
Rayre si hantaman petir melompat turun,
seperti langit sendiri tunduk kepadanya, petirpun menyambar sembari palu perak
magis miliknya menghantam tanah. Ledakan petir tersebut membuat sepetak lahan
ditengah hutan ini menjadi lubang besar yang hancur, gempa kecil sempat terjadi
sesaat setelah cahaya biru menyilaukan turun dari langit, orang yang pertama
kali menyebut Rayre sebagai sang Penghacur rupanya tidak bercanda.
Datang tanpa diundang, meleburkan tanah
selebar beberapa meter dan membuat lawan maupun kawan berhamburan pergi.
Ditengah lubang retakan besar yang dibuat palunya, Rayre berdiri sambil
memamerkan senyumnya.
Rupanya para beruang itu tak mau kalah pamer,
disisi lain, sekitar 10 meter dari tempatku berdiri, sang Ursa-Shieldum legendaris yang berdiri dengan kaki belakangnya dan
memegang perisai sebesar pintu rumah. Aura pertahanan membuatnya dan seekor
lainnya tak tersentuh sedikitpun, bahkan tanah disekitarnya juga tidak retak
sama sekali, malah membuat pola melengkung aneh panjang seakan-akan tadinya ada
pelindung super kuat yang mampu menangkis hantaman Rayre. Ia juga membawa
sebilah pisau yang digenggam erat oleh lengan beruang yang kekar itu.
Ursa lain yang dilindungi Shieldum, Ursa-Axetum, bergerak lebih cepat daripada yang bisa manusia duga. Sekalipun ia setinggi 9 kaki, berpakaian besi yang tampak berat, membawa kampak raksasa yang sudah pasti tidak akan bisa diangkat manusia, ia berlari kesamping lalu menyerbu kearah Rayre ditengah retakan. Retakan yang turun membantunya meluncur dengan berat badan juga baju zirahnya, alhasil, sebuah peluru besar haus darah meluncur dengan kecepatan tinggi.
Kampaknya sudah setengah terayun menuju leher
Rayre sebelum dia bisa menghindar, untunglah ada manusia lain disana yang
menerjang sang Axeltum dengan sebuah
hantaman perisai, Redric datang menyelamatkan, gadanya berkilauan
mengisyaratkan ia punya kekuatan sihir yang berlebih.
Ketika sang Axeltum terlontar menjauh, para Ursa dan manusia yang tadinya
tercengang akibat petir Rayre mulai memasuki retakan luas dan menurun itu.
Menyadari Axeltum
yang sedang tersungkur Rayre melompat, petir bercicit dibalik palu perak besar
itu, hantaman yang bisa saja membunuh Axeltum
dengan sekali ayun telah ia buat. Redric ikut berlari dibelakangnya, gadanya
juga bersihir, tatapannya terkunci pada Axeltum
yang telah bangkit dan hanya menunggu sambil tersenyum ala beruang, mengetahui
ada yang aneh Redric memustuskan untuk waspada. Sang Shieldum legendaris menggandakan kekuatan pertahanannya. Sebuah
dinding tak kasat mata membuat Rayre terhempas karena dihalangi sesuatu dijalan,
listrik yang ada di palu peraknya lenyap sembari ia jatuh. Sebelum ia sempat
kesal, Ursa lain melompat dari samping, seekor Ursa-Berskum, mereka yang bercakar merah sepanjang 40 cm, berniat
mencabik Rayre sebelum kepalanya dihantam oleh gada Redric, cahaya putih
terpancar ketika gada itu membuat sang Berskum
menatap tanah. Redric tak berhenti sampai disitu, ia menghantam tangan sang
beruang, yang dua kali lipat lebih besar dibanding tangannya, menggunakan perisai
dan membuat si Berskum terlontar
kebelakang beberapa meter, Redric melompat keatas Berskum, gadanya bersinar kembali berniat menghantam kepala Ursa
tersebut namun gagal karena sang Ursa sendiri menghempas Redric dengan kekuatan
tangannya.
Aku mengangkat tongkatku, melihat Shieldum legendaris dengan kekuatan
magis itu mulai mendekat ditempat dimana teman-temanku berada dan Axeltum yang mulai mengayunkan kampaknya
dengan buas kearah Rayre. Rayre hanya bisa menghindar, sementara pisau-pisau magis
berterbangan dari tebasan-tebasan pedang sang Shieldum. Ia menguasai sihir layaknya manusia namun tak mampu
bicara. Rayre mundur sejauh mungkin dari jangkauan dua Ursa itu, Redric
kesulitan mengatasi cakar-cakar besar Berskum
mengikis perisainya. Ursa-Howlum
tiba-tiba berada dihadapanku.
Sementara ia mengambil ancang-ancang dan nafas, aku memantrakan perlindungan fisik paling kuat. Raungan Ursa bukan sihir, mereka tenaga dalam juga kekuatan. Howlum dan Shieldum jelas jenis yang berbahaya bukan main.
Angin ribut berbentuk corong keluar dari
mulutnya, kekuatan dan daya hancur yang membuat angin memiliki bentuk seperti
itu. Tanah terkelupas, daun-daun pergi melayang jauh, bahkan pohon ikut
terbang, aku masih bisa berdiri dengan perlahan mengedipkan mata karena angin
sedikit demi sedikit mampu menembus perisai ini, retakan yang tadi Rayre buat
dihiasi sebuah bentuk corong unik yang lebih hancur dibanding lainnya, perisai
super kuat ini bisa saja ia tembus bila ia lakukan ini sekali lagi.
Raungan tadi membuat Redric dan tiga ursa lain
berhenti bergerak untuk menutup telinga, suaranya bisa membuatmu tuli,
telingamu akan hancur bila diserang langsung, dan itulah yang akan terjadi
padaku apabila aku bukan penyihir. Aku dengan mudah mampu membuat pelindung.
Tapi tidak Rayre, dia memang cukup jauh dari tempat dimana aku berdiri saat ini, ia mengambil kesempatan dengan bayaran dirinya akan mengalami ketulian sementara.
Rayre adalah sang hantaman petir, dirinya
adalah sang petir itu sendiri, penguasa langit tunduk kepadanya. Dengan gerakan
singkat ia menghantam kepala sang Axeltum
diiringi petir menyambar dari langit, kekuatan ini tak sekuat pertama karena ia
telah menyia-nyiakannya dengan hal yang tidak berguna seperti pamer. Namun
tetap saja Axeltum lenyap menjadi abu
setelah cahaya biru yang menyilaukan menghantamnya bersama sebuah palu perak.
Melihat temannya yang lenyap dibalik hujan
debu dan abu, Shieldum meraung kesal,
Rayre masih tersenyum ketika angin menghebuskan abu bekas tubuh Axeltum melalui sela-sela baju zirah
ringannya. Shieldum kehilangan
tampang santai dan dewasa miliknya sebagai seekor beruang, zirah berat yang
menempel padanya menghalangi dirinya untuk berlari, namun pedangnya dapat
berkelana sejauh angin berhembus.
Sebelum aku sempat mengucap mantra, sang Howlum berlari mendekat dengan keempat
kakinya, ia tidak bersenjata atau bercakar merah, namun ia tetap akan
menyerangku dengan insting buas seekor beruang.
Aku mengeluarkan Blue Sphere,
sebuah bola kekuatan sihir murni, efektif, namun tak membuang banyak tenaga.
Bola biru itu meluncur dari tanganku dan terbang dengan cepat kearah Howlum, meledak ketika bertubrukan
dengannya, namun dari balik asap biru ia tetap berlari seakan tak ada yang
terjadi.
Aku terkesiap, melihat sihir tak bekerja
padanya aku sudah mulai ketakutan. Kurapalkan mantra lain yang lebih efektif,
kuciptakan gelombang api yang dengan cepat melayang kearahnya.
Bulu-bulu sang Howlum tak hangus sedikitpun setelah disulut api yang cukup untuk
membakar satu tubuh manusia dan akupun untungnya masih sempat untuk merapal
mantra teleportasi.
Karena rahan penuh gigi tajam dan kuku pencabik hanya 5 cm dari tempat kuberdiri barusan.
Redric menghadapi sebuah serangan keras dari
kanan, dan membuat suara aneh para perisainya ketika cakar merah itu tertancap
disana, sang Berskum kesakitan ketika
cakar kanannya hancur, ia bahkan sempat mundur beberapa langkah dan menatap Redric yang tersenyum puas karena
rencananya berhasil. Ia menggabungkan sihir dengan logam terkuat pantas saja
bila perisainya tak mungkin ditembus.
Redric hanya mampu merapal mantra penguat dan beberapa sihir dengan cahaya, namun ia yang terbaik dikelasnya.
Aku muncul didekat sana, bersamaan dengan
lirikan Redric dan tanda bahwa ia mengerti aku merapal matra dan membuat pentacle dibawah kaki sang Berskum. Redric menghantamkan perisainya
ketubuh Ursa tersebut, membuatnya kehilangan keseimbangan dan menghantam
kepalanya lagi.
Ketika aku nyaris berhasil menyelesaikan
mantra, aku melompat mundur sambil memasang perisai perlindungan fisik, semua
karena sang Howlum menyerbu masuk
pertempuran sambil mengambil
ancang-ancang akan berteriak.
Pentacle setengah jadi itu seharusnya akan membakar sang Berskum secara penuh, tentu saja, api neraka adalah api paling
panas dan paling kuat dialam semesta. Andai saja terselesaikan Berskum hanya tinggal kenangan.
Namun ternyata aku salah melindungi diriku sendiri, segera saja sang Berskum mengelak dari tempat dimana ia berdiri, karena raungan Howlum yang kukira terarahkan padaku ternyata bertumpuan pada Redric. Aku tak mampu berbuat apa-apa dalam 0.5 detik, bahkan butuh waktu lebih lama dari itu untuk mantra sederhana. Perisai sihirku terpakai sia-sia karena Redric-lah yang menjadi korbannya, dia tercabik oleh angin mengerikan yang membuat kulit-kulitnya robek dibeberapa bagian, Redric melotot sementara darah segar menuruni telinganya. Lalu ia tersungkur tak bernyawa.
Aku mencoba mengambil kesempatan, karena
takkan kubiarkan kematian temanku menjadi sia-sia, aku akan lupakan soal menghemat
tenaga dengan alasan aku bisa saja mati disini bila tak kukerahkan seluruh
kekuatanku. Pentacle dibuat dengan
kalimat-kalimat sihir, dan bisa diubah sesuai dengan kemampuanmu. Pentacle pilar api yang gagal kubuat
barusan bisa menjadi sumbu ledakan terbesar. Aku tak peduli bila ini akan
mengikis nyawaku dan akal sehatku.
Tapi Berskum
tak pernah tinggal diam, begitu aku sadar ia sudah berada dibelakangku dengan
cakar kirinya yang masih utuh terayun, elakanku sedikit sia-sia dengan sebuah
luka yang menyucurkan darah. Aku hanya bisa kabur sambil terus menjampikan
mantra-mantra, Pentacle semakin
tumbuh besar dan meluas, simbol-simbol aneh mulai menutupi gambar bintang
ditengahnya, bercahaya merah api karena mantra api-lah yang sedang kubuat, dan
tak berhenti sebelum melampaui seluruh lapangan ini.
Howlumtak bisa berteriak terus menerus, tapi ia berhasil mengendap-endap ditengah pertarungan antara Shieldum dan Rayre yang berlangsung sengit.
Rayre kehabisan tenaga petirnya, palu tersebut
juga tak mampu menembus baju zirah dengan logam kuat milik Shieldum. Perisainya yang sebesar pintu rumah juga ikut menghantam
udara bila Rayre berhasil mengelak. Pedang Shieldum
tak banyak membantu, mungkin karena besar tubuhnya yang ditambah zirah berat
sehingga ia tak bertujuan menambah kelincahan.
Rayre menggengam palu perak besar itu dengan
kedua tangan, berharap kekuatan muncul kembali. Sementara disampingnya baru
saja berteleportasi, seorang penyihir yang kesakitan, yakni diriku.
Barangkali aku bisa saja kabur sekarang juga,tapi ini kesempatan kami untuk menghabisi Shieldum legendaris itu bahkan sebelum perang dimulai. Karena dia bisa saja membuat ratusan orang lainnya mati. Belum lagi Howlum yang punya kekuatan yang sama dengan Resistum, memblokir sihir.
Aku masih membisikan mantra sementara Pentacle semakin membesar diatas tanah,
ketiga Ursa yang tersisa nampak tersenyum dibalik moncong mereka, menyadari
kami tersudut, sang Howlum berniat
meraung kembali.
Tapi Pentaclenya belum cukup luas untuk sampai disini, ini adalah lingkar terluar dari tengah lapangan, dan aku membuat sumbu Pentacle ditengah sana. Tanpa perlu kuberitahu tentang itu, Rayre kembali menerjang. Palu peraknya tak berpetir, namun kali ini berkilau diterangi matahari. Dan manusia itupun tanpa sadar sedang menyerang tiga ekor Ursa sendirian.
Shieldum menyihir pisau-pisau udara lainnya, dengan mudah Rayre hindari, Berskum memang cepat, namun ia tak
sekuat Rayre. Ketika Berskum mencoba menyerangnya dengan tangan kanan, ia malah
membuat dirinya tersungkur saking kuatnya ia mengayunkan lengan dan semua
karena ia lupa tak ada lagi kuku disana yang bisa mengenai Rayre yang melesat.
Target Rayre tak lain adalah sang Howlum, yang baru saja membuka mulutnya.
Rupanya Rarye telat.
Sang hantaman petir hanya tinggal sejengkal
lagi dari sang Howlum, namun apa
daya, raungan kematian itu dilepas lagi,
selama beberapa detik aku bisa melihat Rarye melayang didepan moncong
sang Ursa, melayang karena gelombang suara dan udara yang nyaris memiliki
wujud, akupun tak sempat berbuat apa-apa lagi selain merapal mantra yang
membesarkan pentacle, merasa menyesal ketika melihat tubuh Rayre tercabik-cabik
oleh angin dan suara mematikan itu, akupun akhirnya melinangkan air mata
pertama.
Aku tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini,
sembari Berskum mulai berlari
mendekat, atau Shieldum mengayunkan
pedang untuk menciptakan pisau anginya.
Pentacle ku berhasil dibuat.
Dengan setengah kehidupan yang kupunya, aku
akan membiarkan lahan ini membara bersama dengan abu kawan-kawan seperjuangan.
Aku tak peduli apakah harus setan yang
menjemputku suatu hari nanti ataukah setan yang mengaku malaikat. Aku tak takut
lagi akan kematian.
Sambil diiringi sebuah pemindahan dimensi
secara paksa, dari dalam Pentacle
menyembur api-api neraka tercinta.
Dan pentacle yang kumaksud sekarang ini berdiameter satu lapangan dimana kami bertarung semenjak tadi. Api menyembur keatas, menciptakan sebuah pusaran yang membakar makhluk apapun diatasnya.
Tak ada yang kulihat selain warna merah tanpa ujung, gemuruh api yang menjilati seisi hutan, membakar segala yang ada. Api merajalela, seperti badai besar namun apilah yang berputar tanpa henti.
Kuangkat tongkatku lebih tinggi, api semakin
panas, semakin kuat berputar, membakar segala yang ada diatas pentacle kecuali
sang pemanggilnya.
Lalu perlahan menghilang, diiringi hujan abu
dari kayu-kayu dan rumput yang telah dibakarnya, seperti salju, turun dari
langit, namun mereka tak indah sama sekali.
Hatiku luar biasa mencelos, api neraka barusan, sihir yang akan membuatku merasakan panasnya neraka suatu hari nanti, api yang masih terus meluas dan membakar hutan ini, api yang bisa saja menghabisi sepuluh batalion dalam sekejab dan tanpa sisa.
Tak membakar bulu mereka sedikitpun.
Mereka terdiam, terlihat mengejek, bayangkan
saja ketika beruang belajar untuk tersenyum. Mereka bahkan tidak kehilangan
baju zirah sama sekali, setidaknya besi lumer, namun apa yang kulihat ini
benar-benar diluar harapan.
Nampaknya bukan sang Howlum saja yang tak bisa terkena sihir, ini pasti pengaruh
perlindungan Shieldum, yang ia
berikan kepada kawanannya. Ia takkan dipanggil legendaris bila tak mampu
menahan banyak sihir seperti ini.
Dan mereka bertiga tak terluka sama sekali. Barangkali aku mengerti sekarang, ketika Shieldum berteriak kesal pada saat Axeltum mati, itulah saat dimana ia memanggil sihirnya yang terkuat, perlindungan semacam ini.
Tiga bilah kuku tajam berwarna merah menusuk
jantungku. Kurasakan nafas hangat dari sela-sela taring besar Berskum sebagai sensasi terakhir.
0 komentar: