TOP NEWS

Tolong Tinggalkan Komentar yang Baik Sebagai Jejak Kedatangan Anda.

Tuesday, 6 August 2013

Di Tempat itu Manusia Kedinginan

Kejadian ini berlangsung di salah satu dari satu juta seratus sebelas ribu seratus sebelas dimensi milik semesta. Teramat jauh dari kenyataan.

Ada sebuah balkon disudut sekolah menengah atas Tunas Pembangunan dimana kau bisa sendiri disana tanpa ada satupun manusia yang menggangu. Tempat tersebut berada di lantai dua dari tiga lantai yang ada, didepan sebuah ruang kelas angker, diatas kamar mandi laki-laki lama yang baunya takkan pernah lenyap, jauh dari kantin, namun tetap menghadap lapangan. Daun pepohonan dibawah menutupi pandangan kesana kecuali dari sudut-sudut tertentu sehingga nyaris tak ada seorangpun yang bisa melihat dimana kau berada.


Keberadaanku ditempat itu semenjak semester dua dimulai untuk melampiaskan kesendirian sungguh 
mujarab. Aku tak lagi dikuasai pikiran-pikiran dimana aku bisa menghancurkan apapun yang kupegang disaat itu juga. Jelas tempat yang strategis untuk mengeringkan air matamu. Bau menyengat kamar mandi dilantai bawah dan kelas berdebu dibalik punggungmu mendukung kelancaran hal tersebut.

Aku tak perlu melukai diri sendiri untuk meredam amarah bila berada disini, sedangkan kelas terlalu membantu amarah untuk cepat muncul, terlebih lagi bila perempuan genit itu muncul dari kelasnya dan sok meratui sang rajaku seakan aku tak pantas lagi jadi ratunya.

Semenjak jaman dahulu kala tak mungkin pernah ada raja yang hatinya diambil ratu kerajaan lain. Kecuali raja itu lalim dan ratu kerajaan tersebut kelewat genit, mungkin terjadi sekalipun aku tak mau mengakui itu.
Atau barangkali karena sang raja bosan dengan ratunya yang sekarang? Tak pernah ada dongeng dengan akhir menyedihkan semacam itu. Untuk segala yang kubaca dari ratusan buku dengan cerita kerajaan berakhir bahagia, aku bersumpah tak menemukan satupun nasib seperti ini. Dongeng dibuat untuk akhir yang bahagia, mengapa kehidupan tak bisa diakhiri seperti itu juga?

Mau mengutuk seperti itu kepada siapapun aku tak tahu.

Aku bersenderan pada teralis balkon, menatap kearah lapangan olahraga dimana orang-orang tukang pamer sedang saling adu ilmu masing-masing, mungkin dari jauh hanya terlihat sekumpulan pelajar laki-laki bermain permainan sepakbola biasa dan sekumpulan perempuan didekat sana sedang menyemangati lelaki yang mereka taksir. Dahulu mungkin aku berada disana, ikut bergabung dengan para perempuan itu, berteriak hingga suara habis kepada sang raja yang menjadi pemain andalan.

Pada awalnya aku hanya ikut-ikutan teman agar tak dianggap kurang gaul, lalu menjadi kebiasan dengan sekumpulan gadis yang sama. Kurasa kehidupan SMA didetik tersebut memang meningkat hingga bahagia. Raja juga memperhatikanku dengan tidak biasa. Hingga aku diangkatnya menjadi ratu dan membiarkanku menggila didalam hati selama beberapa minggu.

Sayangnya Raja cepat bosan. Ia petarung yang tangguh dalam olahraga dan ketampanan, pelajar yang rajin, pusat perhatian banyak orang baik lelaki maupun perempuan. Raja, sebutan yang tak pernah tidak tepat baginya. Dan yeah, dia cepat bosan, dia tak tertarik lagi dengan gadis biasa yang menumpang bersorak dipinggiran atau ikut-ikutan jalan ke mall bersama Ratu yang sebenarnya. Aku hanya dayang dan pelayan ratu yang menyedihkan, aku bukan ratu yang pantas baginya, itu yang Raja ucapkan dengan bahasa yang terselubung dengan kata-kata bahwa ‘kami tak cocok lagi’ dimalam menyedihkan tanpa bertatapan dengan mataku langsung. Aku hanya mampu mendengar suaranya yang kebosanan seperti raja sehabis minum anggur dari 2 abad yang lalu lewat mekanisme penyampai telekomunikasi berukuran segenggam tangan.

Lalu dalam beberapa jam dimana aku tak mampu menutup mataku yang menyucurkan air mata, ia melupakan dunia yang telah kami bangun bersama selama ini. Pagi itu setelah malamku tanpa tidur, di gerbang kerajaan penuh raja dan ratu, ia lewat begitu saja tanpa memandang ratu yang telah ia buang, lalu menyapa dengan suasana romantisme kelas atas kepada sang Ratu sesungguhnya. Dongeng kami berakhir dengan tidak bahagia, maka dari itu dongeng kami tak pernah tertulis di buku manapun.

Dan nampaknya yang menyesal akan itu hanyalah diriku. Dalam dongeng, pembalasan dendam seorang yang bersedih selalu menggunakan sihir atau pembunuhan. Singkirkan pilihan pembunuhan karena diriku adalah ratu yang bijaksana, lantas aku harus mencari sihir hingga ujung dunia.

Aku bahkan ragu sekarang bahwa cinta itu ada. Seperti dalam mencari Sihir yang takkan pernah kutemukan dimanapun aku berada, cinta juga begitu. Apakah penampilan itu modal nomor satu bagi manusia untuk menaklukan dunia? Atau barangkali akal bulus dan cara licik juga bisa memenangkan segala hal lewat paksaan?

Memberi kesan bahwa penampilan itu membuat orang terpaksa menyukai seseorang lainnya. Karena mereka tampan, mereka yang lainnya suka mereka.

Karena sang Ratu yang sebenarnya itu jauh lebih cantik dibanding para ratu lainnya, para Raja dan Raja yang sebenarnya akan tertarik padanya.

Itu belum dihitung dengan ‘cinta’ yang didapat ketika sang Ratu yang sebenarnya turun dari kastil besarnya menggunakan kereta kuda sport berwarna mencolok dan model terbaru dengan kusir pribadi. Atau sang Raja tiba disekolah dengan kuda besar bermodel luar biasa yang meringkik keras dan halus dan membutuhkan tempat parkir lebih besar dibanding kuda lain.

Mengapa aku bisa melihat banyak hal yang tak pernah kulihat ketika berada ditengah sana bila berada disini?
Sementara aku terbengong disana, sebuah langkah berat terdengar dan membuatku was-was. Tak kusangka ada seorang murid lain yang mengetahui tempat ini. Aku berbalik dan mendapati diriku sedang ditatap dengan ngeri.

“Ah..” ucap suara seorang laki-laki.

“Tak kusangka ada seorang murid lain yang mengetahui tempat ini”

Dia adalah orang itu. Orang yang dianggap paling mengerikan disekolah karena sifatnya yang menjijikan. Ia pemuja gadis dua dimensi, pengelana internet yang tak pernah keluar kamar, penyendiri yang menampakan wajah penuh nafsu ketika melihat perempuan walaupun hanya sekilas. Badannya kurus kerempeng, wajahnya terlihat lesu dengan kantung mata disana mewarnai kulitnya yang seharusnya putih pucat. Aku dalam bahaya bila berdiri disini terus menerus.

“Yah, sudahlah kalau begitu. Tolong jangan membuat tempat ini jadi ramai. Tak ada tempat lain yang tersembunyi disekolah”

Ia mengalungkan teropong binokular yang terlihat berat, lalu mulai menyelusuri lapangan dengan benda mengerikan itu, entah sedang melakukan kejahatan apa. Tapi aku tahu dia sedang melakukan sesuatu yang menjijikan. Dengan benda itu dia bisa saja memandangi salah satu temanku disana dengan dekat dan jelas, aku tak mau berpikir lebih lanjut, tapi ini jelas-jelas kelewatan.

Dan ia cuek saja sekalipun tahu seorang gadis sedang mengawasinya. Seperti yang kubayangkan sebagai seorang pemesum sejati. Aku harus melakukan sesuatu sebelum ia mulai berfantasi tentang salah satu temanku dilapangan.

“Apa yang sedang kau lakukan?”

“Mengamati”

Hanya satu kata yang ia jawab sesingkat mungkin.

“Apa yang kau maksud dengan mengamati? Kau sedang melakukan perbuatan asulsila bila berdiri disini sambil-“

Ia cuek saja sementara aku mulai mengoceh. Kurasa kata-kata takkan menembus otaknya yang kotor, aku akan merebut binokular itu dan melemparnya kebawah. Ya, dunia dan kehormatan perempuan akan terselamatkan begitu kulakukan hal tersebut.

“Daripada itu, apa yang kau lakukan ditempat ini?” ucapnya tanpa sedikitpun berpaling dari yang ia lihat.
“Aku? Aku jelas punya urusanku sendiri!”

“Kau takkan menemukan apapun disini kecuali kesedihan..”

Berkata seakan dunia begitu buruk baginya. Yah, mungkin itu yang pantas dapatkan bila kerjanya hanya mengamati dengan kotor gadis-gadis dari jauh tanpa merasakan cinta mereka sedikitpun. Heh. Dunia ini jelas penuh kesedihan bila orang-orang semacam dirinya berkeliaran.

Seharusnya proyek pembuatan film 2D dan kartun-kartun konyol semacam itu dihentikan, mereka membuat dunia semakin imajinatif hingga banyak orang meninggalkan kenyataan begitu entengnya. Mereka ingin menyerah menjadi manusia dengan menjual nyawa pada imajinasi. Bukankah itu harus ditertawakan sekeras mungkin?

“Itu sudah salahmu sendiri! Buang-buang waktu disini sambil membayangkan hal kotor dan berusaha memunculkan cinta bohongan dengan karakter imajinasimu sendiri. Bah. Cinta di dunia nyata saja belum tentu ada, dan kau mencoba menciptakannya dengan alasan konyol semacam itu..”

Aku benar-benar mengoceh tanpa henti.

“Justru orang-orang yang disanalah yang membuang-buang waktu, saling mengisi kekosongan hati dengan ‘cinta’ dan mengaku-akui bahwa ‘cinta’ itu cinta”

Cinta itu cinta? Orang ini ngedumelin apa sih?

“Aku tak mengerti apa yang kau coba sampaikan. Kurasa kau sudah terlalu membusuk setelah lama-lama berada ditempat ini”

“Kau sendiri berada disini”

“Aku sudah mau pergi kok! Untuk apa aku membuang waktu lebih banyak ditempat bau dan berdebu semacam ini?”

“Jangan sungkan untuk kembali”

Aku mencoba mencibirnya ketika ia berkata semacam itu, kuangkat tasku dan bergegas melangkah dengan cepat, namun ketika melewati si aneh itu, aku hanya bisa diam.

“Selalu ada tempat untuk orang seperti dirimu disini” ucapnya dengan nada datar yang menyebalkan.
“Apa-apaan itu!? Kau menyamakan diriku denganmu?”

“Cinta itu tidak ada, hanya ada di kisah dalam cerita dan kata-kata orang sok tahu.., kan?”

Mendegar kata-kata tersebut membuat pipiku memerah. Bukan malu karena dia mengatakan tersebut sambil menatapku dengan dingin dan sok mengerti. Aku malu karena sempat berpikir hal yang sama yang pernah dipikirkan olehnya. Apakah aku sudah serendah itu?

Aku mengambil langkah pasti untuk pergi, membiarkan si aneh bersenang-senang kembali dengan binokularnya.

Aku tak habis pikir, mengapa bisa diriku menganggap cinta itu tidak ada segitu entengnya? Apa hanya gara-gara ulah si Raja yang membuangku? Atau karena aku sudah tak tahan setelah diperlakukan semacam ini oleh 3 Raja sebelum Raja yang sebelumnya? Seorang Raja yang tak mampu membahagiakan sang Ratu alih-alih mencari Ratu lainnya termasuk lalim, begitu barangkali semua raja di dunia ini.

Bukankah mereka hanya ingin apapun yang terbaik menjadi milik mereka? Wanita tercantik, harta termahal, ketenaran tiada banding. Sebuah aliran listrik menyengat dari dasar hati, apakah diriku yang salah selama ini menganggap dunia nyata seperti apa?

Ratu juga, terkadang menginginkan semua yang terbaik menjadi miliknya. Teringatlah diriku betapa inginnya aku pada seorang Raja yang serba sempurna, juga betapa diriku menginginkan segala hal luar biasa diatas semua orang lain. Aku menolak Raja-raja biasa lalu pergi melangkahi mereka untuk membuat tangga ke Raja yang sebenarnya jauh dilangit sana.

Namun kurasa Ratu lain melakukan hal yang sama padaku.

Pada dasarnya manusia itu egois.

Mungkin itulah dasar dunia nyata.

Lalu cinta itu apa?

Mereka bilang cinta itu membuat orang lain tak memandang kekurangan. Tapi, mengapa banyak orang masih melihat kenyataan dibalik itu? Aku tak mampu membayangkan bila aku harus berpenampilan lebih buruk daripada keadaanku sekarang. Aku yang sekarang saja sudah menderita. Lalu kenapa penampilan harus kuperhatikan bila ada Cinta?

Cintai orang apa adanya bukan?

Lalu mengapa sang Raja tak bisa melakukan hal tersebut? Maksudku semua Raja dan Ratu di dunia ini! Mengapa tak pernah ada satupun manusia yang mencintai apa adanya dan dianggap bukan orang bodoh?
Apakah cinta itu benar-benar tidak ada?

“Lihat siapa yang kembali...” ucap si aneh ketika aku tiba di balkon tersembunyi.

Ini sebuah hari yang berbeda. Aku bersumpah tadi pagi, ketika menemukan orang ini ditempat ini, aku akan membuang binokularnya dan melemparnya sekalian bila sempat. Pandanganku terhadap dunia sudah berubah sepenuhnya setelah malam tanpa tidur lain. Dunia benar-benar kejam daripada yang kuketahui.

Semua orang lemah akan tersisihkan pada kehidupan nyata di lapangan itu, banyak dari mereka barangkali ketempat ini setelah kalah bertempur. Itulah mengapa si aneh bilang bahwa aku hanya akan menemukan kesedihan disini, tentu saja, semua orang yang tersisihkan di dunia dengan gemerlap ketenaran akan berada di balkon tersembunyi seperti ini. Dan mengoceh juga mengejek  didalam hati tentang dunia ketenaran yang berkilauan sementara bersembunyi di balik kegelapan yang abadi. Si aneh salah satunya. Akupun juga.
“Apa itu normal?” tanyaku tanpa basa basi.

“Apa? Mengamati orang? Normal kok, itu man-“

“Maksudku soal menganggap cinta itu tidak ada. Aku merasakan dunia berputar tidak seperti biasanya..” 

ucapku dengan cepat sebelum ia mengatakan bahwa mengintai itu ‘manusiawi’.

“Dunia semenjak dulu berputar seperti ini kok”

“Dunia berputar benar-benar tanpa cinta?”

Ia terdiam nampak sedang serius mengamati gadis lain dari binokularnya. Luar biasa mesum anak ini.

“Kau naif bila berkata seperti itu”

“Haaah? Kau bilang kemarin bukan! Padahal aku sudah mencoba percaya setengah mati”

“Tenanglah, itu fase hidup manusia kok, menjadi sesuatu yang luar biasa naif sebelum menginjak kedewasaan”

Mengatakan soal kedewasaan sambil mengintipi gadis dari jauh sangat tidak meyakinkan.

“Sudah kuduga berbicara dengan makhluk semacam dirimu itu buang-buang waktu”

“Cinta itu ada kok” 

Sudah cukup, akan kulempar anak ini kebawah.

“Hanya saja dia akan membuatmu terlihat bodoh”

“Apa maksudnya? Jangan mengatakan hal yang tak mendasar”

“Lihat saja manusia-manusia disana, luar biasa bodoh bukan?” ucapnya, ia menunjuk lapangan dimana para pemandu sorak dan tim basket sedang saling unjuk gigi.

“Mereka tergiur nafsu duniawi, memuja kelebihan fisik manusia baik itu ketampanan, kecantikan, keindahan, bentuk, model rambut, walaupun mereka akan selalu mengatakan cinta itu berarti menerima apa adanya..”

“Lebih konyol lagi mereka” ucapnya menunjuk beberapa anak yang baru mengeluarkan motor dari parkiran 

“Aku bahkan tak tahu letak otak mereka dimana, memamerkan mesin semacam itu atau tertarik oleh mesin seperti orang idiot. Gadis-gadis itu punya selera yang aneh. Itu juga bisa dibilang cinta bila kau memaksakan keinginan untuk tampil keren”

Ia terkadang mengatakan hal yang masuk akal juga.

Sebentar, mana mungkin aku mengatakan hal aneh itu masuk akal! Pikiran busuk orang ini sudah mulai merasukiku. Aku harus pergi dari sini secepatnya!.

Jelas pendapat orang ini tak benar sama sekali. Ia lebih naif dibanding dengan apa yang kubayangkan kemarin.

“Wah, kau disana rupanya...” ucapnya sedikit pelan. Mencurigakan. Sangat mencurigakan.

Aku melirik kearah dimana ia meneropongi, dan mendapati seorang gadis berparas cantik dan bermata sipit, itu si murid pindahan baru yang digemari para manusia semacam si aneh ini. Malangnya orang itu harus dipelototi dengan terpaksa dan bahkan tak pernah tahu khayalan kotor apa yang dibayangkan si aneh kepadanya.

“Ukh, mengapa sih kau tak mencoba mendekatinya saja dibanding melakukan tindakan menjijikan semacam ini?”

“Itu menyalahi prosedur tetapku sebagai pengintai”

“Kau ini bodoh ya?”

“Kan sudah kubilang barusan, cinta akan membuatmu tampak bodoh”

“Tetapi kalau normal kan hanya tampak saja, kalau kau sih sudah lebih buruk dibanding menyedihkan, kau benar-benar menjadi bodoh”

“Justru kalau aku tak melakukan ini aku hanya akan terlihat lebih bodoh”

“Apa maksudnya itu? Kau tak mau mencobanya hanya karena kau adalah kau?”

“Kau orangnya tak banyak berpikir ya?”

“Itu karena kau mengatakan hal tak masuk akal terus menerus!”

Ia diam lagi, namun kali ini karena sedang berpikir keras sekalipun wajahnya tetap pada binokular dan tak bergeming sedikitpun dari posisi itu.

“Cinta adalah seperti ini bagiku”

“Aku tak pernah bertemu dengannya sekalipun secara langsung”

“Aku tak mungkin meminta dia mengenalku, apalagi dirindukan olehnya”

“Aku akan selalu memujanya, melihatnya dari kejauhan, menikmati kecantikannya, walaupun dari sisi gelap dibelakang balkon seperti ini”

“Aku takkan membiarkan ia menghiraukan cintaku, aku tak pernah ingin dia tahu keberadaanku sebagai manusia”

“Walaupun selamanya harus begini”

Cukup, aku tak mampu melihat orang ini mengatakan kata-kata emosional sambil mengintai seperti itu. Aku harus mencelanya!

“Tapi itu bodoh namanya!”

“Nah, itulah bukti keberadaan cintaku”

“Tapi itu sangat bodoh! Cintamu bukan bertepuk sebelah tangan lagi! Malah seperti tak pernah ada didunia!”

“Ada disini” ucapnya, memengang dadanya dengan satu tangan, namun matanya masih ada didalam binokular sehingga membuatku kesal.

“Cinta bertepuk sebelah tangan sudah terlalu biasa didunia ini kok”

“Konyol”

Aku tak mampu berkata apa-apa lagi, orang ini sudah naif diluar batas manusiawi. Ia membenarkan hal yang bahkan salah sepenuhnya dan menyakiti dirinya sendiri. Dia membusuk luar dalam! Mengapa ia segitu memaksakan bahwa dirinya harus tampil bodoh agar bisa mencintai? Apa mungkinkah ia melakukan itu agar tetap percaya bahwa cinta itu ada?

Nyaris bermenit-menit aku bersandar di dinding berdebu, mengawasi awan-awan diatas kepalaku dan siap lari kalau-kalau bumi sudah berputar dengan aneh lagi. Aku tak mengerti, mengapa dunia begitu ruwet hingga aku menemukan jalan buntu disemua pikiran yang kulakukan.

“Percuma ya menghubungkan cinta dengan pikiran dan rasional. Memikirkan tentang efisiensi dalam cinta saja sudah sulit” ucapku kepada langit.

“Cinta itu bodoh. Simple kok”

Lalu sore itu benar-benar hening. Awan bergerak cepat tak bersuara sama sekali, langit menguning karena matahari akan tenggelam tak lama lagi. Bumi berputar dengan normal, selalu tanpa cinta bila kau lihat namun penuh cinta bila kau rasakan. Aku merasa telah membuang-buang waktu dua hari ini dalam keraguan tak jelas.

“Kurasa kau harus kembali ke duniamu..” ucapnya memecah keheningan sore itu.

“Maksudmu kesana? Nanti kau membodoh-bodohiku dari sini dong?”

“Itu sudah pasti. Lagipula tempat ini bukan tempat yang cocok untukmu. Kau itu sebenarnya bukan penggerutu yang mencoba mengutuk orang-orang terkenal seperti yang diriku lakukan bukan? Aku tahu kau dulu disana bersama mereka. Kedatanganmu disini menjelaskan segalanya bahwa kau gagal melakukan sesuatu ”

Aku mengerti sekarang mengapa dia bilang tempat ini cocok untukku kemarin.

“Kau merasakan dunia nyata, hidup didalamnya, menjadi korban disana. Aku hanya mengamati dunia nyata dari jauh, mengutuknya, mendumel diatasnya, namun tak pernah merasakan kehangatannya” ucap si aneh menambahkan.

“Aku akan terlihat bodoh disana, mereka akan menertawakanku di belakang lagi seperti dulu”

“Kau akan terlihat mencintai orang disana”

“Sudah cukup soal cinta-cintaan dan bodoh-bodohan, kumohon, kepalaku nyaris lepas rasanya”

Aku menggumankan kata-kata kesal dengan volume kecil hingga hanya hatiku saja yang bisa mendengarnya. Aku berjongkok ketika lelah melakukannya. Dunia ini sudah terlalu ruwet ditambah si aneh yang menimbrunginnya dengan kata-kata terselubung sialan.

“Ada hal yang bisa diubah, lebih banyak daripada hal yang tak bisa kau ubah”

“Sudah cukup, dasar mesum aneh!”

“Kau bisa memilih sebenarnya, mau disini terus menerus menjadi orang bodoh yang hanya dapat mengamati dunia tanpa merasakannya atau disana menjadi orang bodoh yang merasakan dunia tanpa mengamatinya terlebih dahulu”

“Haaaah, baiklah! Baiklah!”

Aku berdiri, meletakkan kedua tanganku di pinggang dan menatap si aneh langsung dengan benar-benar tersenyum.

“Aku akan mulai dari awal. Karirku dalam dunia ketenaran pelajar SMA. Aku akan menjadi ratu yang sebenarnya, mengalahkan para ratu memalukan itu. Aku akan tampil cantik, terpelajar, luar biasa, atletis, segalanya.”

“Lalu setelah itu, aku akan cari Cinta yang sebenarnya”

“Hmm, bagus kalau begitu” ucapnya sok cool masih sambil mengawasi murid-murid yang pulang melalui binokularnya.

“Kau ini punya kebiasaan tak menatap orang yang bicara padamu ya?”

“Ngg.., benarkah?”

“Hei, lihat kesini”

“Aku hanya sedikit pemalu, itu saja”

Pemalu ya? Oh, aku mengerti sekarang.

“Baiklah! Si anak baru itu kan? Oke, sekarang ayo kita datangi dia” ucapku sambil menarik binokular itu yang terkalung di lehernya.

“Oi! Hei! Apa yang mau kau lakukan!”

Si aneh benar-benar kurus, aku nyaris tak merasakan berat tubuhnya ketika menarik binokular ini. Ia terlihat kesetanan ingin berteriak dan menyumpah namun malu karena banyak orang memandangi kami sementara kami terus berjalan menuju si anak baru yang masih berada ditengah lapangan.

Dunia terlihat berbeda dari sini, lebih hangat dan nyaman dibanding diatas sana. Dan tak lagi kurasakan keburukan disini seperti yang kulihat dari balkon itu. Bagiku begitu nyaman, tapi si aneh nampak nyaris pingsan hanya karena dibawa pergi dari persembunyiannya. Mengapa manusia dibuat berbeda dan tak satupun sama karena mungkin untuk melindungi satu sama lain. Itu yang kumengerti sekarang, mengapa si aneh itu harus aneh dan aku harus aku.



Si aneh hanya bisa terdiam dengan wajah pucatnya dimerahi darah yang naik terus menerus ketika kami mampu menghentikan si anak baru yang ternyata kikuk dan cepat panik , melihat ini tak menghentikan tawaku yang kubuat semanis mungkin. 

Aku harus banyak berbohong didunia ini. Pada dasarnya Ratu adalah Ratu.

0 komentar: